<div>Jakarta, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online </span></div><div>Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat periode 2012-2017 Juri Ardiantoro mengatakan, biasanya dalam pemilu, ketika hasilnya sudah diketahui setidaknya dari <span style="font-style: italic;">quick count</span>, masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden relatif menerima. Kemudian setelah itu, terjadi rekonsiliasi. </div><div><br></div><div>"Di pilpres 2019 kemudian situasinya berbeda dengan pemilu sebelumnya; dinamikanya rumit sampai menyeret isu lain, isu agama, Islam, identitas, dan lain-lain," katanya. </div><div><br></div><div>Ia menjelaskan keruwetan yang muncul di publik sebetulnya karena narasi-narasi kecurangan, bukan oleh data kecurangan-kecurangan. Kalaupun bisa dianggap data itu karena informasi sepotong-sepotong, video dipotong-potong, kemudian dibuat narasi telah terjadi kecurangan. Bahkan disebut kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif. </div><div><br></div><div>"Nah, menurut saya, itu problem serius yang bukan sekadar soal pemilu, bukan sekadar kontestasi, bukan sekadar perebutan kekuasaan, menurut saya, ada elemen lain, ada unsur lain, sentimen lain, tapi perlu diteliti lagi. Perlu dicek lagi. Ini asumsi, adanya sekelompok orang di luar elemen pemilu ini yang mencoba menggunakan arena pemilu ini untuk menitipkan atau menumpang untuk kepentingannya," jelasnya. <br></div><div><div><br></div><div>Menurut Juri, sebagaimana disebutkan Andi Arief disebut setan gundul. Juri tidak bisa menyebut siapa kelompok itu, tetapi bisa ditelisik dari dua indikator, yaitu ideologi dan kekuatan politik. Misalnya mana kelompok ideologi yang berkepentingan untuk menjatuhkan pemerintahan sekarang. </div><div><br></div><div><div>"Jokowi kemudian dipersepsi sebagai anti-Islam, kriminalisasi ulama. Bahkan ada sebagian yang menyebut Jokowi keturunan PKI dan lain-lain. Semua itu itu narasi yang dibangun dan dibuat untuk menjatuhkan Jokowi, yang sama sekali tidak bisa dibuktikan, tetapi sebagian masyarakat percaya," katanya. </div><div><br></div><div>Elemen kedua, lanjutnya, di samping ideologi, bisa dicek kekuatan-kekuatan politik lama yang mungkin berusaha masuk mencari jalan untuk mendapatkan kekuasaan. Ketika berkontestasi melalui arena pemilu tidak bisa, mereka bisa melalui menumpang di arena politik itu.</div><div><br></div><div>"Ya misalnya, unsur-unsur politik lama, Orde Baru atau anasir-anasirnya," katanya. <span style="font-weight: bold;">(Abdullah Alawi)</span> <br></div></div></div><div><br></div>
