<div>Jakarta, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online</span><br></div><div>Pemilu 2019 merupakan pesta demokrasi bagi kaum milenial. Data Pemilih Tetap (DPT) yang masuk dalam kategori milenial mencapai 50 juta pemilih. Jumlah ini tentu menjadi fokus potensial para kandidat legislator maupun capres untuk menjaring simpati. Artinya, jumlah usia Milenial ini menjadi obyek pemilu. </div><div><br></div><div>Komisioner Bawaslu Mochamad Afifudin mengatakan saat ini terdapat 40 relawan yang sudah terverifikasi di Bawaslu dan ikut berpartisipasi dalam pengawasan. Sampai saat ini terdapat 1.200 laporan yang masuk ke Bawaslu dan menindaklanjuti. </div><div><br></div><div>"Dari jumlah tersebut, hanya 400 pelaporan pelanggaran yang dikirim oleh relawan atau masyarakat, sisanya dari temuan petugas di lapangan. Artinya, partisipasi masyarakat terlihat masih sangat rendah," kata mantan aktivis PMII ini kepada wartawan usai acara diskusi Pemilih Cerdas, Menggalang Partisipasi Milenal dalam Mengawal Pemilu 2019 di Hotel Swissbell, Kalibata, Jaksel, Rabu (6/3) siang.</div><div><br></div><div>Koordinator Nasional Jaringan Pemantau dan Riset Indonesia (JAPRI) Zaenal Lutfi mengatakan, partisipasi milenial sangat dibutuhkan untuk ikut berperan aktif sebagai subjek pengawasan dalam mengawal suksesnya pemilu 2019.</div><div><br></div><div>"Generasi milenial yang identik dengan aktivitas media sosial harus didorong dan diberikan wadah untuk memproduksi konten yang positif. Tidak saja terlibat dalam hiruk pikuk kampanye dukung mendukung tetapi juga terlibat dalam pengawasan," ujarnya.</div><div><br></div><div>Lutfi menambahkan, fungsi pengawasan ini cukup strategis sebagai bagian dari peran aktif generasi muda untuk ikut serta dalam pesta demokrasi. Objektivitas kaum milenial memiliki karakteristik pemilih yang rasional, tidak bisa didikte dalam hal pilihan politik tentu menjadi dasar yang kuat untuk menjadi relawan JAPRI.</div><div><br></div><div>Menurtnya, saat ini kampanye pemilu 2019 juga diwarnai beragam pelanggaran. Kendati demikan, pelanggaran yang muncul atau terpublikasikan oleh media hanya bagian kulitnya. Fenomena pelanggaran pemilu, bisa diibaratkan, seperti gunung es yang terlihat hanyalah permukaannya saja tetapi sedikit sulit melihat dasar dari gunung es tersebut.</div><div><br></div><div>“Hal ini terjadi karena kurangnya alat untuk melaporkan pelanggaran-pelanggaran yang terjadi pada pemilu tahun ini,” kata Lutfi.</div><div><br></div><div>Di saat yang sama, Praktisi Hukum Unair, Edward Dewaruci menilai, kehadiran Pemantau dan Riset Indonesia yang dikenal dengan JAPRI diharapkan dapat menjadi garda depan pengawasan yang lahir dari masyarakat.</div><div><br></div><div>"Era Milenial ini harus disikapi dengan hal yang positif dan saya pikir JAPRI memberikan inovasi luar biasa dalam konteks user generated content berbasis IT,” kata Edward.</div><div><br></div><div>Acara diskusi pemilih cerdas ini juga dibarengi dengan peluncuran aplikasi JAPRI. Aplikasi JAPRI akan mempermudah masyarakat dalam melaporkan pelanggaran yang terjadi di lapangan.</div><div><br></div><div>Laporan yang masuk akan terhubung dengan dashboard yang dapat dipantau oleh Bawaslu dan Kornas JAPRI. Untuk saat ini aplikasi yang tersedia sudah dalam versi Beta, sehingga relawan yang sudah terdaftar sudah bisa menggunakan Aplikasi JAPRI. (<span style="font-weight: bold;">Frendy Jayanto/Alhafiz K</span>)</div>
Nasional
Bawaslu Harapkan Kelompok Milenial untuk Pengawasan Pilpres 2019
- Kamis, 7 Maret 2019 | 18:00 WIB
