<div>Jakarta, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online</span><br></div><div>Saat terjadi polarisasi yang demikian tajam khususnya imbas Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada DKI Jakarta, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif merindukan sosok KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.</div><div><br></div><div>Dalam pandangannya, Pilkada DKI 2017 melahirkan polarisasi politik yang luar biasa. Permasalahan agama yang diangkat dalam masa kampanye membuat bias soal mana kawan dan mana lawan.</div><div><br></div><div>"Di DKI kemarin terjadi polarisasi yang tajam sampai ke akar rumput, sampai ke pelosok. Dan di suatu masjid tidak tahu lagi ini kawan atau lawan, karena (praktik politik) pakai agama," kata Syafii Maarif saat memberi kuliah umum di acara <span style="font-style: italic;">Diversity Award </span>di Wisma Antara, Jakarta Pusat, Kamis (29/3) sebagaimana dilansir portal <span style="font-style: italic;">Detik</span>.</div><div><br></div><div>Secara khusus dirinya menceritakan bahwa pada saat itu Pilkada DKI memanas sebenarnya ia berada dalam posisi yang mengikuti akal sehat, yang artinya tidak memihak. Namun dirinya justru mendapat hujatan dari masyarakat.</div><div><br></div><div>Syafii mengaku merindukan sosok Presiden ke-4 RI Gus Dur. Sebagaimana diketahui, Gus Dur memang dikenal sebagai tokoh keberagaman Indonesia.</div><div><br></div><div>"Nah, saya mencoba berdiri menurut akal sehat saya juga dihujat. Mengapa? Ya karena Gus Dur nggak ada. Kita memang merindukan orang seperti itu," tutur Syafii.</div><div><br></div><div>"Saya juga nggak tahu ini agak panjang umurnya," sambung Maarif bercanda sembari tertawa.</div><div><br></div><div>Syafii mengatakan panasnya Pilkada DKI tak akan terulang pada Pilkada Serentak 2018. Namun, secara terang-terangan, dirinya mengatakan politik uang masih menjadi persoalan serius dalam praktik politik di Indonesia.</div><div><br></div><div>"Yang sulit menghadapi politik uang. Itu yang menurut saya masih (membuat) prihatin," jelasnya.<br></div><div><br></div><div>Bahkan Syafii menilai politik uang lebih ganas dibanding politik SARA. Dia menganggap isu SARA tidak akan mempengaruhi penilaian masyarakat dalam Pilkada Serentak 2018.</div><div><br></div><div>"Kalau SARA saya rasa sudah menurun walaupun masih mencoba juga," ujarnya.</div><div><br></div><div>Syafii menyampaikan hal ini dalam <span style="font-style: italic;">Diversity Award</span>, yakni ajang pemberian penghargaan terhadap jurnalis yang berkomitmen dalam membuat karya jurnalistik tentang isu keberagaman.</div><div><br></div><div>Ada empat pemenang dalam penghargaan ini, yang terdiri atas media online, televisi, radio, dan foto jurnalis. Media cetak tidak ada yang menjadi pemenang dalam award ini. Menurut tim seleksi, karya dari jurnalistik cetak tidak ada yang memenuhi persyaratan. (<span style="font-weight: bold;">Red: Ibnu Nawawi</span>)</div><div><br></div>
