<p>Surabaya, <em><strong>NU Online</strong></em><br />Menjelaskan kompleksitas permasalahan lokal di Indonesia tidak cukup memadai hanya dengan memakai referensi berdasarkan (mazhab) Bank Dunia, tanpa melihat kondisi lokal. Termasuk dalam mengukur tingkat buta huruf di Indonesia. Sebab, tidak semua dari Barat bisa dipakai untuk menjelaskan aneka persoalan lokal.<br /><><br />Demikian ditegaskan Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif (LP Ma'arif) PWNU Jawa Timur Akh. Muzakki, menanggapi data yang dirilis Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI yang menempatkan Jawa Timur sebagai provinsi dengan jumlah penduduk berkategori buta huruf tertinggi dibanding provinsi lain di Indonesia.<br /><br />Dalam data yang dirilis Kemendikbud pekan lalu itu disebutkan, bahwa sampai akhir Desember 2011, penduduk Indonesia yang buta huruf berjumlah 6,7 juta orang.<br /><br />Dari jumlah itu, Provinsi Jawa Timur berada di urutan pertama. Sekitar 1,5 juta penduduknya buta huruf. Provinsi Jawa Tengah menempati rangking kedua, dengan jumlah penduduknya yang buta huruf sebanyak 986 ribu orang.<br /><br />Muzakki berpendapat, hasil rilis itu harus dibaca secara kritis. Sebab, menurut dia, indikator literasi yang dipakai sangat bias "huruf latin", sehingga melek "huruf Arab" tidak disertakan sebagai indikator penting. <br /><br />"Kalau melek huruf Arab ini disertakan, tentu prosentase yang muncul akan berbeda jauh," kata Muzakki kepada <em>NU Online,</em> Jum'at (10/8).<br /><br />Pada konteks inilah, lanjut Muzakki, pesantren dan madrasah menyumbang angka penting. "Jadi, rujukan rating melek huruf oleh rilis itu masih menyisakan persoalan untuk konteks bangsa Indonesia yang mayoritas muslim di mana melek huruf Arab prasyarat mutlak," tegas Muzakki yang juga dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya ini.<br /><br />Kendati demikian, kata Muzakki, data itu sangat bagus untuk menjadi peringatan bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur bahwa Jawa Timur masih memiliki pekerjaan rumah pada aspek literasi. "Ini tentu menjadi bagian dari upaya kita untuk meningktkan kinerja pembangunan manusia,"tandasnya. <br /><br />Karena itu, Muzakki meminta Pemprov Jatim agar membuat survei pendamping dengan menyertakan indikator melek huruf internasional selain latin (khususnya Arab) untuk menjelaskan kompleksitas lokal. Karena lembaga pendidikan Islam model pesantren dan madrasah paling besar di Indonesia berada di Jawa Timur. <br /><br />"Karena itu butuh pisau analisis yang komprehensif dan lebih tajam dalam <em>mengcover </em>lokalitas Jawa Timur," pungkasnya.<br /><br /><br /><strong>Redaktur : Mukafi Niam</strong><br /><strong>Kontributor: Abdul Hady JM</strong></p>
Nasional
LP Ma&#039;arif Jatim Nilai Tingginya Buta Huruf di Jatim harus Dianalisis Kritis
- Sabtu, 11 Agustus 2012 | 00:36 WIB
