Cirebon, <span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;">NU Online</span></span><br>Rapat Pleno PBNU yang berlangsung di Pondok Pesantren KHAS Kempek, Cirebon Jawa barat dari 23-25 Juli mengusulkan beberapa hal kepada PBNU. Di Komisi A yaitu Organisasi paling terakhir selesai karena banyaknya pembahasan dan banyaknya usulan. <br><br>Ketua Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif NU H Arifin Junaidi misalnya, mengemukakan tentang penyeragaman nama sekolah di lingkungan NU. Ia mengusulkan dari nama Ma’arif menjadi NU dengan memperhatikan aspek kesejarahan pendiriannya.<br><br>Pendapat Arifin ini mendapat bantahan dari salah seorang angggota komisi, misalnya KH Ghozali Masroeri terkait akan susahnya perubahan nama tersebut. Lembaga sekolah yang didirikan warga NU menurut pengalamannya, keberatan diganti. <br><br>Tapi menurut Arifin, penyeragaman itu tidak menghilangkan atau mengganti nama sekolah tersebut, melainkan menambahkan Nahdlatul Ulama. Namun penambahan tersebut harus disepakati terlebih dahulu berada di depan atau di belakang nama tersebut. <br><br>Selain penyeragaman sekolah, dibahas juga tentang usia untuk kepengurusan di Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Peserta menyepakati maksimal umur Ketua PC 23 tahun, PW 25 tahun dan PP 27 tahun. Tak ketinggalan dibahas status Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia di NU. <br><br>Rapat Pleno yang diketuai Robikin Emhas dan sekretaris Sulthonul Huda tersebut mengusulkan penyelenggaraan Munas dan Konbes digelar PBNU pada Juli 2017. Pada kesempatan tersebut disebutkan alternatif tempat yaitu di Bali, Kalimantan Timur, Lampung dan Banten.<br><br>Hal lain yang ditetapkan sebagai usulan di antaranya tentang Peraturan Organisasi (PO), kaderisasi, pedoman pembentukan badan otonom, sinergitas lembaga dan badan otonom, syarat menjadi pengurus NU, pembuatan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama, dan lain-lain. <span style="font-weight: bold;">(Abdullah Alawi)</span><br><br><br><br>