<p>Jakarta, <em><strong>NU Online</strong></em><br />Proses uji materi pasal 113 ayat 2 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyebut tembakau sebagai zat adiktif masih berlangsung. Hari ini, Selasa (3/4), perbaikan permohonan dari Tim Kuasa Hukum Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) diterima majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang panel yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat.<br /><br />“Baik, terimakasih. Permohonan dari pemohon sudah diperbaiki sebagaimana yang telah dinasehatan,” kata Hakim MK Muhammad Alim saat memimpin sidang.<br /><><br />Ketua Tim Kuasa Hukum Andi Najmi Fuadi menjelaskan telah ada sejumlah penambahan dan penyempurnaan rumusan dalam berkas permohonan. Di antara perbaikan itu adalah penambahan landasan yuridis yang menopang alasan mengapa gugatan harus dilakukan.<br /><br />Alasan yang digunakan Tim Kuasa Hukum adalah bahwa pasal 113 ayat 2 Undang Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 hasil perubahan kedua pasal 28D ayat 1 yang mengakui hak seseorang atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.<br /><br /><br />Dalam berkas perbaikan kali ini, batu uji ditambahkan bahwa ayat tersebut juga bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 pasal 1 ayat 3 hasil perubahan ketiga yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. “Temuan ini sangat penting karena menegaskan tentang hak konstitusional warga,” tandas Andi.<br /><br /><br />Seperti diketahui, uji materi pasal tembakau diajukan Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) melalui LPBHNU menyusul rekomendasi Rembug Tani Nasional di Cirebon, Jawa Barat, 21 Januari 2012. Pasal ini digugat lantaran dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum dan mendeskriditkan kaum petani.<br /><br /><br />Klausul yang menyebut tembakau sebagai zat adiktif yang merugikan diri sendiri dan masyarakat di sekelilingnya dianggap telah mengancam penghasilkan para petani tembakau. Selain itu, klausul itu diskriminatif karena tidak menyertakan benda selain tembakau yang juga mengandung zat adiktif, dan reduktif lantaran menafikan unsure kemanfaatan tembakau pada hal-hal tertentu.<br /><br /><br /><br /><br /><strong>Redaktur: Mukafi Niam</strong><br /><strong>Penulis : Mahbib Khoiron</strong><br /><br /></p>
