<div>Wajo, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online</span><br></div><div>Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) memfasilitasi penyusunan sistem peringatan dini tingkat kabupaten dan desa/kelurahan di Wajo, Sulawesi Selatan pada Jumat-Senin (28-31/7) dalam bentuk workshop dan FGD yang diikuti oleh stakeholder terkait tingkat kabupaten dan desa/kelurahan.</div><div><br></div><div>Kegiatan ini dilaksanakan selama 4 (empat) hari, diawali dengan workshop yang diikuti oleh stakeholder tingkat kabupaten, ditindaklanjuti dengan FGD yang diikuti oleh stakeholder tingkat desa/kelurahan. </div><div><br></div><div>Rangkaian kegiatan tersebut menghasilkan dokumen Standar Operational Procedure (SOP) Peringatan Dini di Kabupaten Wajo. Sementara di tingkat desa/kelurahan, sistem peringatan dini desa/kelurahan. </div><div><br></div><div>Selain itu, di sini juga dihasilkan peta dan jalur evakuasi untuk Kelurahan Salomenraleng, Kelurahan Laelo, dan Desa Pallimae yang merupakan pilot project dari Program Slogan-Steady yang sedang dilaksanakan oleh LPBINU di Sulawesi Selatan. </div><div><br></div><div>Hadir dalam kegiatan tersebut Ansyar (Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan; Siswanto (BMKG Wilayah IV Makassar); dan Leonardy Sambo (Konsultan DFAT Sulawesi Selatan) sebagai narasumber.</div><div><br></div><div>Kegiatan Workshop Penyusunan Sistem Peringatan Dini di Kabupaten Wajo dibuka oleh Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam sambutannya, Ansyar menyampaikan bahwa Sulawesi Selatan termasuk urutan 26 dari sekitar 36 provinsi yang rawan bencana. </div><div><br></div><div>“Diproyeksikan sekitar 18 miliar kerugian jika terjadi bencana. Sedangkan di Wajo, banjir merupakan ancaman yang paling tinggi,” ujar Ansyar.</div><div><br></div><div>Ansyar juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada LPBI NU atas support yang telah yang diberikan dalam bentuk pelaksanaan program Slogan-Steady yang telah berlangsung selama satu tahun untuk meningkatkan kapasitas dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi bencana. </div><div><br></div><div>Di akhir sambutannya, Ansyar menekankan bahwa bencana tidak hanya tanggung jawab pemerintah tetapi tanggung jawab kita bersama. </div><div><br></div><div>Sementara itu, Deputi Program Manager Slogan-Steady LPBINU, Rurid, dalam sambutannya menyampaikan bahwa pasca pelaksanaan kegiatan ini, LPBI NU akan memfasilitasi pemasangan alat peringatan dini banjir di 3 (tiga) desa/kelurahan yang menjadi target program. </div><div><br></div><div>Penanggulangan bencana tidak hanya cukup dengan niat baik tetapi ada alat-alat yang memang dibutuhkan untuk mendeteksi bencana tersebut. Kita harus meluruskan strategi bagaimana membuat sistem sesuai kebutuhan dan persoalan yang ada. Kita tidak ingin bencana datang tetapi kita baru membuat persiapan. </div><div><br></div><div>Lebih lanjut, Rurid mengatakan bahwa semua pihak mempunyai tanggung jawab untuk menyebarluaskan informasi dan kesadaran kepada masyarakat. Informasi adalah hak semua masyarakat tanpa kecuali. </div><div><br></div><div>Orang-orang dengan kebutuhan khusus juga harus menerima informasi. Jadi harus ada orang khusus yang bisa menyampaikan kepada mereka. Orang yang terganggu dalam melihat, mendengar dan susah berjalan harus dibuatkan sistem yang baik bagaimana cara mengevakuasi mereka. Kapan kemudian kelompok-kelompok rentan harus siaga?</div><div><br></div><div>Inilah yang menjadi alasan mengapa kita menyusun sIstem. Tidak sekedar memasang alat agar sirine berbunyi, tetapi kita harus menyesuaikan dengan alat atau hal yang mudah diakses oleh semua pihak di masyarakat. <span style="font-weight: bold;">(Red: Fathoni)</span></div>
Nasional
LPBINU Fasilitasi Penyusunan Sistem Peringatan Bencana Dini di Wajo
- Senin, 31 Juli 2017 | 16:01 WIB
