<div>Semarang, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online</span><br></div><div>Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Nahdlatul Ulama Jawa Tengah berkomitmen menggencarkan pemahaman Islam ramah lingkungan kepada masyarakat.</div><div><br></div><div>Ketua PW LPBI NU Jateng, Winarti mengatakan bahwa ajaran agama Islam memerintah kepada umatnya untuk sensitif, sadar dan ramah terhadap lingkungan dan sosial. Hal tersebut sebagai perwujudan khalifah yang memperhatikan kemaslahatan dan kemakmuran bumi.</div><div><br></div><div>"Sebagai salah satu lembaga yang mendapat amanah dalam isu kemanusian, bencana dan lingkungan, dari PWNU Provinsi Jateng, tentu kita berkewajiban mengusung pemahaman Islam yang ramah lingkungan khususnya di provinsi ini," ujarnya, Kamis (11/7).</div><div><br></div><div>Wilayah Jawa Tengah, jelas dia, memiliki banyak jenis potensi bencana baik terkait aktifitas manusia seperti banjir, kebakaran dan polusi. Termasuk aktifitas alam seperti gunung berapi, tsunami, tanah longsor, hingga gempa.</div><div><br></div><div>"Pada sisi yang lain, agama Islam mengenal pembahasan kesalihan yang berorentasi ke pemikiran keagamaan yang memiliki nilai praksis pada keberpihakan pada pembangunan sosial lingkungan yang berkelanjutan," terangnya.</div><div><br></div><div>Beberapa waktu berselang, LPBI bersama CARE CAFE menyelenggarakan diskusi di Semarang. Tema yang diangkat adalah Kearifan Lokal: Antara Kesalehan Ritual, Sosial dan Lingkungan.</div><div><br></div><div>Aktifis lingkungan Muzzayinul Arif berharap PW LPBI NU Jateng terus berupaya memasukkan isu-isu lingkungan ke dalam berbagai kegiatan keagamaan sampai ke seluruh pelosok desa yang paling jauh dari pusat keramaian.</div><div><br></div><div>Misalnya dalam acara kenduri, syukuran, tahlilan dan kegiatan-kegiatan sejenisnya. “Kegiatan-kegiatan ini menjadi sarana untuk tidak saja memupuk pemahaman ajaran Islam yang memberi rahmat bagi sekalian alam, akan tetapi juga meningkatkan ikatan atau kohesi sosial yang ada,” katanya. Sehingga solidaritas kemanusiaan dan lingkungan tercermin dalam perilaku masyarakat, lanjutnya.</div><div><br></div><div>Dosen Universitas Negeri Semarang (Unnes) sekaligus aktifis lingkungan yang intens dalam persoalan sanitasi air dan kelestarian lingkungan Rudatin Windraswara mengemukakan, praktik kearifan lokal yang ada di sekitar Jawa Tengah dan Indonesia tersirat ada upaya pemuliaan lingkungan dan sosial.</div><div><br></div><div>"Salah satu contoh aktual adalah kegiatan adat terkait sumber air yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Tengah,” ungkapnya. Contoh lain adalah misalnya bagaimana kearifan menjaga wilayah hulu yang biasanya masih berupa lahan dengan vegetasi lebat untuk dianggap sakral dan secara tersirat juga sebagai konservasi daerah tangkapan sumber air, lanjutnya.</div><div><br></div><div>Semua tindakan dan perilaku tersebut, kata dia, adalah bentuk kearifan lokal yang harus dibingkai dengan konteks kekinian. "Karena ternyata mengandung arti sebagai bentuk kesalehan ritual, sosial dan sekaligus lingkungan," tandasnya. (<span style="font-weight: bold;">Red: Ibnu Nawawi</span>)</div><div> </div><div><br></div>
