<p>Jakarta, <em><strong>NU Online</strong></em><br />Lembaga Persahabatan Indonesia-Libya (LPIL) berencana menjalin kerjasama dengan pemerintah Libya dalam berbagai bidang, seperti sosial budaya, wanita, dakwah, pendidikan, perdagangan, industri, investasi, energi/pertambangan, informasi/publikasi, hukum dan HAM, dan tenaga kerja.</p>
<p>Lembaga yang dimotori tujuh ormas Islam termasuk Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Persis itu mengungkapkan rencana tersebut dalam rapat pengurus LPIL yang dipimpin oleh salah satu Ketua PBNU KH Said Aqil Siradj di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu (5/7).</p><><p>Dalam rapat tersebut, Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siradj mengungkapkan pentingnya bangsa Indonesia melalui LPIL menjalin kerjasama dengan pemerintah Libya.</p>
<p>“Kita sengaja ingin menjalin kerjasama dengan pemerintahan Khadafi karena ada potensi yang bisa kita dapat terutama dalam bidang ekonomi,“ ungkap Kang Said merujuk keberhasilan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahatir Muhammad yang lebih dulu melakukan MoU (nota kesepahaman) dengan Libya.</p>
<p>Dalam kesempatan itu, dia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap Menag RI Maftuh Basyuni yang dinilai kurang apresiatif dengan rencana LPIL untuk menjalin kerjasama dengan Libya.</p>
<p>Dalam keterangannya, sejumlah tokoh nasional juga dinyatakan bersedia terlibat menjadi pengurus LPIL, seperti Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, Menlu Hasan Wirayuda, Menpan Taufiq Effendi, Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah, dan Alwi Shihab. </p>
<p>Jajaran "petinggi" NU dan Muhammadiyah juga terlibat dalam kepengurusan itu. mereka antara lain KH Hasyim Muzadi, KH Sahal Mahfudz, KH Said Aqil Sirajd, Din Syamsuddin, dan Dahlan Rais. (dar)<br /></p>