LPPNU Bahas Industri dan Hayati Pedesaan Berbasis Spritualitas

Jakarta, <em><strong>NU Online</strong></em><br /> Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) menggelar rembug nasional mengenai konsep Industri dan Hayati Pedesaan Berbasis Spiritualitas di Hotel Santika, Jakarta Barat. Acara yang dilaksanakan sejak Jumat (22/4) hingga Senin (25/4)&nbsp; tersebut dihadiri 200 perwakilan pengurus provinsi dan cabang NU yang berasal dari seluruh Indonesia.<br /> <br /> Acara yang digelar bersamaan dengan rapat kerja nasional Nahdlatul Ulama (Rakernas NU) tersebut juga mengundang berbagai pihak yang selama ini dianggap memiliki kontribusi dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Beberapa pihak diantaranya adalah perwakilan dari Bank Dunia, Duta Besar Amerika Serikat dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Julian Wilson.<br /&<>gt; <br /> Ketua LPPNU Ahmat Dimyati mengatakan bahwa dirinya sudah membuat draft mengenai konsep industri hayati dan pembangunan pedesaan berbasis spiritualitas. Konsep tersebut nantinya akan dibahas dan diperbaiki atau direvisi oleh peserta. Ahmat menuturkan jika selama ini LPPNU sudah bekerja sama dengan beberapa komite yaitu Bank Dunia, Duta Besar (Dubes) Amerika, Dubes Uni-Eropa dan Jerman. <br /> <br /> &ldquo;Yang tidak dapat hadir namun telah sepakat jadi komite adalah Norwegia, Belanda dan Singapura,&rdquo; ujarnya, Sabtu (23/4).<br /> <br /> Dia juga mengatakan bahwa sudah ada beberapa kesepakatan yang akan dibahas pada tahap yang akan datang antara beberapa negara tersebut dengan NU, khususnya LPPNU sebagai tindak lanjut dari adanya konsep ini. &ldquo;Konsep spiritualitas yang terdiri dari adanya sikap jujur, adil, ikhlas dan berusaha bersikap lebih baik ini penting digunakan dalam pertanian karena terkait dengan sumber daya alam dan sumber daya hayati,&rdquo; ujarnya.<br /> <br /> Pertanian di Indonesia memang dapat dikatakan sudah cukup maju, namun dalam masalah ilmu pengetahuan dan teknologi masih banyak yang harus diperbaiki. Sementara untuk tindakan nyata yang dilakukan dalam upaya membangun pertanian di Indonesia, Ahmat mengatakan bahwa LPPNU telah memiliki jejaring kerja baik di pusat maupun provinsi hingga ke tingkat akar rumput dalam bentuk kemitraan. <br /> <br /> &ldquo;Selama ini salah satunya kita lakukan kerjasama dengan pesantren-pesantren kita yang bergerak di bidang pertanian.&rdquo;<br /> <br /> Sementara itu, ditemui usai mengisi presentasi mengenai pengalaman dan kebijakan Bank Dunia dalam pengembangan industri hayati dan pembangunan pedesaan, Spesialis Senior Sumber Daya Air Bank Dunia untuk Indonesia Paul Van Hofwegen menyatakan kesiapan Bank Dunia untuk membantu Indonesia mengatasi berbagai permasalahan pertanian di Indonesia yang tergolong kompleks. Bantuan tersebut diberikan selain dalam bentuk pinjaman dana tetapi juga dalam bentuk &ldquo;sharing&rdquo; pengalaman dan pengetahuan.<br /> <br /> &ldquo;Kita bisa membantu untuk bisa berbagi pengalaman dan saran terkait mengatasi permasalahan pertanian di Indonesia, namun untuk implementasinya tergantung pada pemerintah,&rdquo; ujar Paul. Terlebih hal tersebut juga terkait dengan misi Bank Dunia untuk mengentaskan kemiskinan di seluruh dunia.<br /> <br /> Menurut Paul, fokus dalam mengembangkan sektor pertanian dapat menjadi salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan yang ada di Indonesia. Paul juga mengatakan bahwa Indonesia bersama 187 negara lainnya juga selama ini telah menjadi anggota dalam pemberian bantuan dari Bank Dunia. Sistem bantuan ini dikelola mirip dengan sistem koperasi yang ada di Indonesia dimana melayani simpan pinjam bagi negara-negara membutuhkan.<br /> <br /> Pemberian pinjaman tersebut diakui Paul terbagi dari dua sumber, yaitu pinjaman dengan bunga lunak dan pinjaman tanpa bunga. Untuk negara-negara miskin, diakui Paul bisa mendapatkan pinjaman tanpa bunga. <br /> <br /> &ldquo;Indonesia sendiri sudah kurang lebih dua tahun ini tidak mendapatkan pinjaman tanpa bunga karena kita nilai sudah tidak dalam kategori negara miskin,&rdquo; katanya.<br /> <br /> Ia juga menuturkan jika untuk saat ini sulit bagi Indonesia untuk mendapatkan pinjaman tanpa bunga karena tolak ukur suatu negara miskin dilihat dari GDP per kapita. <br /> <br /> &ldquo;Jadi meskipun masih ada masyarakatnya yang miskin, Indonesia sudah tidak masuk kategori negara miskin,&rdquo; tambahnya. (anh)

Nasional LAINNYA