<div>Sidoarjo, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online<br></span></div><div>Ketua Pengurus Cabang Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPPNU) Sidoarjo Supriyono akan memberikan bantuan berupa obat-obatan kepada petani cabai yang ada di Desa Permisan, Jabon, Sidoarjo. Obat-obatan ini sebagai upaya untuk menormalisasikan tanaman cabai yang rusak akibat diserang hama ulat.</div><div><br></div><div>"Kami akan berikan bantuan berupa obat untuk herbal. Tadi saya juga sudah bicara sama petani harus ada penanganan yang efektif. Karena kasihan juga pada saat harga cabai bagus tapi petani gagal," kata Supriyono saat melakukan sidak di lahan pertanian cabai di Desa Permisan, Kamis (12/1).</div><div><br></div><div>Supriyono menegaskan bahwa, saat memanen cabai harus dipotong tangkainya dan disemprot yang terkena virus. Pasalnya, jika memanen cabai dengan cara dipetik menggunakan tangan akan menyebar ke tanaman cabai yang lain.</div><div><br></div><div>"Motongnya juga harus pakai gunting tidak boleh pakai tangan supaya tidak menular. Ini untuk mengantisipasi, karena menyebarnya sangat cepat dan kalau ada tanaman lain harus dilokalisisasi," tegasnya.</div><div><br></div><div>Supriyono mengimbau kepada petani cabai agar mengikuti asuransi milik pemerintah. Hal ini untuk mengantisipasi jika terjadi gagal panen, para petani bisa mengklaim melalui asuransi tersebut.</div><div><br></div><div>"Tanaman ini seharusnya bisa diasuransikan. Jika terjadi gagal panen atau hasilnya kurang baik, petani bisa mengklaim lewat asuransi itu maksimal 6 juta. Dan petani hanya bayar asuransi itu setiap bulannya sekitar 50 ribu. Kalau memang perlu kelompok petani bisa koordinasi dengan LPPNU," ujarnya.</div><div><br></div><div>Sementara itu, petani cabai, Sholeh berharap ada upaya dari pemerintah untuk memberikan solusi agar tanaman cabainya yang berada di lahan setengah hektar itu bisa normal. Karena, tanamannya sudah sebulan ini hasilnya kurang bagus alias cabainya banyak yang gosong akibat diserang hama ulat.</div><div><br></div><div>Sholeh mengaku merugi karena hasil panen cabainya tidak normal sehingga ia harus memanen dini meski kondisi cabainya berwarna hijau.</div><div><br></div><div>"Harga cabai warna hijau ini saya jual Rp. 25 ribu. Sedangkan yang berwarna merah saya jual seharga Rp. 70 ribu. Padahal harga cabai di pasaran mencapai Rp. 100 ribu rupiah," jelas Sholeh. <span style="font-weight: bold;">(Moh Kholidun/Abdullah Alawi)</span></div><div><br></div>