LPPNU Sumbar dan Pupuk Organik NT 45 (3-habis)

<strong>Oleh Bagindo Armaidi Tanjung<br /> </strong><br /> Ketua Kelompok Tani Langkiyau Palembayan Sintuak Kabupaten Padangpariaman Zeki Aliwardhana mengatakan, jika saluran irigasi tidak ada, maka sulit akan memperoleh hasil maksimal dari pemupukkan organik ini. Dalam kondisi normal, 1 hektar lahan sawah membutuhkan 1 ton pupuk. Hasilnya 3 ton padi per hektar. Pada tanam kedua, pupuk tersebut akan mengalami penurunan sampai 600 kg. <br /> <br /> &ldquo;Jika penggunaan pupuk organik NT 45 terus berlanjut, sewaktu-waktu bisa zero pupuk. Artinya petani tidak lagi memakai pupuk. Jika ini terjadi, maka cost petani jelas mengalami penurunan yang tajam,&rdquo; kata Zeki Aliwardhana yang juga Wakil Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pariaman.<><br /> <br /> Selama ini petani yang menggunakan pupuk kimia dengan perawatan yang tinggi, maksimal 1 ha akan menghasilkan 3 ton padi atau sekitar 1,5 ton beras. Padahal dengan pupuk kimia tanah menjadi keras, retak-retak dan tandus.<br /> <br /> &ldquo;Basah saja tanah yang ditanami padi sudah retak-retak. Itu lihat, masih basah tanahnya sudah retak. Jika retak, tentu akar padi akan terganggu pertumbuhannya,&rdquo; kata Zeki sembari menunjukkan retakan tanah di sekitar padi yang baru saja beberapa hari ditanam saat berkunjung ke salah satu lahan pertanian di Lubuk Alung.<br /> <br /> Sedangkan pupuk organik, kata Zeki, tanah menjadi gembur, merangsang makhluk hidup (bakteri) untuk membantu menyuburkan tanah. Sehingga kebutuhan makanan tanaman padi dapat terpenuhi dengan baik. Penggunaan pupuk organik pola NT 45 ini mulai dipraktekan tahun 2007. Zeki Aliwardana mengajak kawan-kawan untuk melakukan pengolahan pupuk organik. Bahan bakunya, kotoran ternak, dedak halus, sekam padi bakar. Ketiga bahan baku ini berbasis lokal, ada di sekitar petani.<br /> <br /> Pengolahan pertama berlangsung dalam suasana bulan Ramadhan 2007. Pertama kali pupuk ini digunakan petani semangka. Karena salah pemakaian, petani tersebut mencampurkan dengan pupuk kimia. Sehingga hasilnya mengecewakan. Zeki Aliwardana, Harun, Hendri dan petani lain terus melakukan penggunakan pupuk organik sehingga hasilnya mulai menggembirakan.<br /> <br /> Selama tiga tahun belakangan, mereka sudah menemukan formula yang tepat. Jika pola ini yang digunakan petani, diyakini petani akan sejahtera. Karena ada lima alasan. Pertama, cost petani jauh lebih kecil. Harga pupuk organik dan anti hama jauh lebih murah dibanding pupuk kimia dan insektisida kimia. Apalagi tengkulak yang membarter pupuk terlebih dulu dengan hasil panen lebih mencekik petani. Kedua, beras yang dihasilkan dari pupuk organik kualitasnya lebih baik dibanding padi yang menggunakan pupuk kimia. Harga jual beras organik lebih tinggi dibanding beras biasa. Ketiga, bahan baku berbasis lokal, yakni kotoran ternak, dedak dan sekam bakar.<br /> <br /> Kotoran ternak yang selama ini dianggap sampah yang menjijik cukup mudah diperoleh. Begitu juga sekam bakar dan dedak ada di setiap huller penggiling padi. Sekam bakar selama ini jadi masalah pembuangannya. Dengan pengolahan pupuk organik ini, bahan yang selama ini jadi sampah, menjadi bermanfaat.<br /> <br /> Keempat, daya tahan terhadap serangan hama lebih unggul. Sehingga memperkecil kemungkinan gagal panen bagi petani. Seiring dengan itu akan menjamin ketersediaan gabah nasional jika pemakaian pupuk organik ini dimasyarakatkan kepada petani. Kelima, perputaran uang tetap di masyarakat petani. Karena pembelian pupuk kimia selama ini cenderung memperkecil peredaran uang di masyarakat petani. Hanya menguntungkan industri dan pedagang pupuk.<br /> <br /> Penerapan pupuk organik pola NT 45 ini dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Beras yang dihasilkan adalah beras organik. Tidak bercampur dari bahan kimia akibat pemakaian pupuk kimia.<br /> <br /> Untuk itu, peran pemerintah amat penting mendorong petani menggunakan pupuk organik. Namun, tak jarang penulis menemukan kasus Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai perpanjangan Kementerian Pertanian di tingkat akar rumput, tidak setuju dengan pemakaian pupuk organik. Kondisi ini makin diperparah ada diantara PPL yang mengaku dapat tekanan dari atas agar pemakaian pupuk organik tak perlu dimasyarakatkan.<br /> <br /> Dengan demikian, sikap tegas pemerintah mendorong pemakaian pupuk organik harus jelas. Tidak hanya <em>lips service </em>(pemanis di bibir) saja. Kenyataan di lapangan, petani masih saja disodorkan dengan pupuk subsidi dengan alasan pupuk yang menguntungkan petani. Tapi sesungguhnya adalah pupuk yang menguntungkan industri pupuk, kapitalis pupuk dan sebagian kecil ada pejabat yang berwenang kecimpratan rezeki. Memang butuh paradigma baru pertanian organik, sehingga mampu memasuki pasar global demi mensejahterakan petani Indonesia.<br /> <br /> LPPNU Sumbar sendiri terus berupaya mendorong petani untuk menggunakan pupuk organik, terutama dengan menggunakan NT45. Di sejumlah daerah kabupaten dan kota di Sumbar penggunaan pupuk organik metoda NT45 ini sudah diterap petani sejak beberapa tahun belakangan ini dengan hasil yang menggembirakan. (*)

Nasional LAINNYA