Maarif Jangan Hanya Berkutat pada Pendidikan Formal

Brebes, <strong><em>NU Online<br /> </em></strong>Lembaga Pendidikan (LP) Maarif Nahdlatul Ulama, selama ini masih berkutat pada pendidikan Formal. Padahal NU seharusnya berkhidmat pada pendidikan informal dan nonformal seperti pesantren. <br /> &nbsp;<br /> "Pendidikan pesantren selama kurang disentuh," kritik Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Panca Sakti Kota Tegal H Basukiyatno yang juga Ketua PCNU Kota Tegal, di arena Konferwil NU Jateng di Brebes, Sabtu (12/7).<><br /> &nbsp;<br /> Basuki menyitir ayat Al-Qur&rsquo;an 13 Surat Luqman yang menandaskan tentang pentingnya pendidikan Tauhid, salah satu pelajaran inti di pesantren. "Semakin orang mengenal Tuhannya, dia akan semakin tinggi nilai kebahagiaannya baik dunia maupun akherat," ujarnya.<br /> &nbsp;<br /> Pendidikan Tauhid itu sendiri, bisa didapat secara leluasa dan konfrehensif dalam pola pesantren. Sangat disayangkan kalau 'laboratorium tauhid' dikesampingkan LP Maarif. <br /> &nbsp;<br /> Sehingga, pesantren tetap termarjinalkan. Apalagi dalam era Orde Baru lalu pemerintahan pada saat itu hanya mengakui ijazah formal dalam persyaratan rekrutmen Tenaaga&nbsp; Kerja. Akibatnya Pesantren telah terbawa arus ke pendidikan sentralistik dan klasikal yang dibawa oleh penjajah pada waktu itu. "Ratusan pesantren buka sekolah formal," ujarnya menyayangkan.<br /> &nbsp;<br /> Akibatnya, setelah era berubah di mana globalisasi membutuhkan kurikulum yang berbasiskan ketrampilan hidup sehari-hari atau <em>soft skill</em>, pesantren malah kehilangan auranya. "<em>Soft skill </em>itu, termuat dalam pesantren salafiyah," ungkapnya.<br /> &nbsp;<br /> Persaingan Global, lanjut Basuki, ijazah formal tidak lagi dituntut. "Persaingan sekarang, pada ketrampilan kecakapan hidup. Bukan pada tingginya formalitas ijasah," terangnya.<br /> &nbsp;<br /> Pelajaran mengenai kecakapan hidup yang bergulir terus selama 24 jam di pesantren, serta penggemblengan dalam menangkap semua problema hidup akan lebih memiliki kemampuan bersaing. "Terbukti, pendidikan formal masih membutuhkan life skill untuk menambah ketrampilan kompetensi hidup," paparnya.<br /> &nbsp;<br /> Makanya, pesantren harus kembali meneguhkan landasan pokok (tauhid). Hanya saja, perlu penambahan sarana dan prasarana yang mampu mengakses teknologi modern. "Disinilah pentingnya sentuhan tangan Maarif untuk menjembataninya," tuturnya.<br /> &nbsp;<br /> Pesantren yang salaf dengan piranti yang modern itulah yang mampu berkompetisi menghadapi peradaban modern. Contoh kreatif tersebut, telah dibuktikan oleh Pondok Pesantren Cukir Jombang yang menggandeng Jepang dengan teknologinya. Dan Juga Pesantren di Cipasung atas binaan Universitas Maranata Bandung.<br /> <br /> "Bahkan kedua pesantren tersebut mampu mengirimkan pesantrennya sebagai tenaga kerja yang <em>kualified </em>di luar negeri," ungkapnya. <br /> <br /> Pengurus NU, katanya, harus peduli dengan pendidikan dengan memberdayakan Maarif sebagai lembaga yang tetap bersinergi dengan pesantren. Pengembangan pesantren tersebut bisa dilakukan dengan menambahkan atau mengadopsi pendidikan dari luar NU yang kapabel dengan teknologi modern. (was)

Nasional LAINNYA