Ciputat, <em><strong>NU Online</strong></em><br />
Pendidikan di kota Tangerang Selatan belakangan ini kian mengarah pada bentuk komersialisasi. Sebab, pendidikan hanya dapat dinikmati oleh orang yang berduit saja. Fenomena ini memantik Lembaga Pendidikan (LP) Ma'arif NU Kota Tangsel bersikap. <br />
<br />
"Ini seakan membenarkan seloroh sarkastis yang mengatakan bahwa orang miskin dilarang sekolah," tandas Ketua Umum Maarif NU Tangsel Abdullah Mas'ud di sela-sela kegiatan <em>Roundtable Discussion on Education Policy </em>di Cipayung, Ciputat, Tagne<>rang Selatan, (13/1). <br />
<br />
Respon ini dilatarbelakangi adanya pertemuan antara orang tua murid dengan para wakil rakyat di DPRD kota Tangerang Selatan, 12 Januari lalu. Pertemuan tersebut mengungkap bahwa ternyata banyak orang tua murid yang merasa keberatan dengan pungutan yang diwajibkan dari pihak sekolah dengan berbagai dalih. <br />
<br />
“Anak saya ada dua yang sekolah di sekolah negeri, di SMA 3 dan SMP 9. Yang menjadi masalah adalah pihak sekolah yang tidak pernah membicarakan mengenai biaya pendidikan dan tahu-tahu para orang tua harus membayar sejumlah uang,” ujar orang tua murid, Usmar. <br />
<br />
Mewakili orang tua murid ia menjelaskan, para orang tua murid pada umumnya mengeluhkan banyaknya problem yang melilit meraka. Di antaranya adalah mahalnya ongkos pendidikan, biaya pendidian di tiap sekolah berbeda, adanya kewajiban untuk membeli buku di sekolah, diadakannya kegiatan yang ujung-ujungnya membebankan biaya ke para orang tua murid.<br />
<br />
Terkait dengan hal ini, pengamat dan praktisi pendidikan Masduki Baidlowi, memperjelas bahwa kenyataan seperti ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Tangerang selatan, tapi juga hampir di seluruh daerah. <br />
<br />
"Berdasarkan pengalaman saya ketika masih duduk di DPR RI, saya survei ke daerah dan nyatanya memang pendidikan masih menjadi barang mahal," katanya saat mengomentari pertanyaan peserta. <br />
<br />
Masduki menggarisbawahi, bahwa kenyataan ini merupakan fenomena yang disebut industrialisasi pendidikan. "Pendidikan yang seharusnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, direduksi menjadi alat meraup keuntungan," tegasnya. <br />
<br />
Mas'ud menimpali, "Karena itulah LP. Maarif Tangsel menolak segala jenis komersialiasi dan industrialisasi pendidikan." Pria yang juga Kepala Sekolah Madrasah Aliyah An-Nahdlah ini berharap agar ketua Dinas Pendidikan kota Tangerang Selatan mengalokasikan anggaran pendidikan untuk masyarakat miskin dan menindak sekolah-sekolah yang memungut biaya di atas rata-rata kemampuan warga Tangerang Selatan.<br />
<br />
Pada kesempatan yang sama, Sekdis pendidikan Tangsel, Mathodah, menanggapi bahwa dinas Pendidikan Tangsel saat ini belum bisa menggratiskan secara total biaya sekolah, sebab APBD Tangsel pada 2011 ini hanya Rp 68 milyar. <br />
<br />
“Tapi kita usahakan supaya biaya pendidikan itu tidak membebankan para orang tua murid,”. Ia juga berharap agar pada tahun mendatang, anggaran pendidikan di Tangsel ini terus meningkat. “Dengan begitu, biaya masuk sekolah dapat digratiskan seratus persen,” pungkasnya pada acara diskusi yang digelar sebagai pembuka Rapat Kerja LP. Maarif Tangsel ini. (ubd)
