Mengaca dari Kekalahan Perang Uhud dan Hunain Pascapilpres

Ilustrasi (Ist.)
Jombang, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online</span><br> Mudir I Pondok Pesantren Madrasatul Qur'an Tebuireng, Jombang, Jawa Timur KH Ahmad Mustain Syafi’i mengatakan bahwa jabatan dan harta merupakan bagian dari dunia. Umat Islam dilarang berjuang karena alasan dunia saja. <br> <br> Pakar tafsir Al-Qur'an ini pun mengajak umat Islam di Indonesia untuk mengaca pada sejarah kekalahan umat Islam pada perang Uhud dan Hunain pasca rampungnya Pilpres yang memunculkan saling klaim, saling berebut harta dan kekuasaan di Indonesia.<br> <br> Ia menjelaskan bahwa penyebab kekalahan pasukan Islam dalam perang Uhud dan perang Hunain karena tergiur harta dan sifat sombong,&nbsp; merasa sudah memenangkan peperangan.<br> <br> “Pada perang Uhud, pasukan Islam kalah karena tergiur harta. Pada perang Hunain, kalah karena sombong,’’ tegas Kiai Mustain.<br> <br> Pada perang Uhud pasukan Islam yang menguasai bukit sebenarnya unggul. Begitu musuh terlihat kalah dan meninggalkan banyak harta rampasan, pasukan yang di bukit ikut turun demi harta rampasan. Di luar dugaan, pasukan musuh ada yang bergerak memutar balik sehingga bisa menyerang pasukan Islam di bukit dari belakang. Akhirnya pasukan Islam pun kalah.<br> <br> "Allah sama sekali tidak mengirimkan tentara ghaib karena orientasi perang bergeser ke harta rampasan," tambahnya.<br> <br> Sementara pada perang Hunain, pasukan Islam jauh lebih banyak. Ada sekitar 10 ribu muslim Madinah dan ditambah dua ribu orang Makkah yang baru masuk Islam. Sementara jumlah musuh hanya empat ribu pasukan. <br> <br> Saat itu umat Islam merasa sombong. Sampai di lembah Hunain, musuh menyerang cepat sehingga pasukan muslim kocar-kacir. Banyak pasukan muslim yang kabur.<br> <br> “Untungnya umat Islam cepat menyadari kesalahannya. Mereka bertobat atas kesombongannya. Mereka kembali kompak dalam komando Nabi Muhammad SAW. Allah pun lantas mengirimkan pasukan malaikat sehingga umat Islam akhirnya bisa menang.<br> <br> Setelah menang perang, Nabi pun membagi harta rampasan. Umat Islam Madinah diberi satu, umat Islam Makkah yang mualaf diberi sepuluh kali lipat. Umat Islam Madinah pun protes. Nabi akhirnya memberi pilihan. Umat Islam Madinah diberi rampasan lebih banyak, namun Nabi tidak ikut kembali ke Madinah.&nbsp;<br> <br> Pilihan kedua, Nabi tetap kembali ke Madinah dan umat Islam menerima pembagian Nabi bahwa mualaf Makkah diberi rampasan lebih banyak.<br> <br> “Para sahabat dari Madinah pun akhirnya menerima pembagian versi Nabi. Mereka rela mualaf Makkah dapat rampasan lebih banyak. Asal Nabi ikut kembali ke Madinah. Allah dan Rasulullah, lebih mereka cintai dari pada harta-harta dunia,” ujarnya.<br> <br> Menurut Kiai Mustain, pilihan dari sahabat Nabi ini menandakan iman yang sempurna. Sebab Nabi pernah bersabda, tidak sempurna iman seseorang hingga mencintai Allah dan Rasulullah melebihi harta, tahta, wanita bahkan keluarga. Bahkan dari dirinya sendiri.<br> <br> Inilah gambaran yang bisa menjadi wahana instropeksi seluruh elemen bangsa Indonesia menyoroti kontestasi Pemilihan Presiden yang saling mengklaim menang. Sehingga pascapilpres suasana menjadi tidak tenang dan panas.<br> <br> Namun ia masih bersyukur, walau di tengah suasana seperti ini, seluruh elemen bangsa masih bisa menikmati khusuknya ibadah dan tidak meninggalkan tradisi dan amaliah yang sudah rutin dilakukan sehari-hari.<br> <br> “Kita bisa menikmati beribadah, ngaji dan shalat jama'ah, ini harus disyukuri. Mudah-mudahan pilpres dan Pileg tidak sampai membuat kita kehilangan tradisi baca Al-Qur'an, shalawat dan wiridan-wiridan yang biasa diamalkan setiap hari,” katanya di Pesantren Tebuireng, Senin (22/4). <span style="font-weight: bold;">(Syarif Abdurrahman/Muhammad Faizin)</span><br> <!--/data/user/0/com.samsung.android.app.notes/files/share/clipdata_190423_075716_984.sdoc-->

Nasional LAINNYA