<div>Jakarta, <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">NU Online</span><br></div><div>Keterlibatan ulama dalam perkembangan politik menjelang Pemilihan Presiden 2019 menempati posisi yang menentukan bagi kedua pasangan, baik pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin maupun Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.</div><div><br></div><div>Hal tersebut yang membuat Perhimpunan Pendidikan Pancasila dan Demokrasi (P3D) menyelenggarakan Seminar Nasional dengan mengusung tema <span style="font-style: italic;">Posisi dan Peran Ulama di Pilpres 2019: Antara Kepentingan Umat dan Kekuasaan.</span></div><div><br></div><div>"Ini menarik, sebelum-sebelumnya kan ulama itu tidak dilihat dalam percaturan politik kita," kata Direktur Eksekutif P3D Syaiful Arif di D'Hotel Jalan Sultan Agung Setiabudi, Jakarta Pusat, Kamis (11/10).</div><div><br></div><div>Apalagi, sambung Arif, sejak berkembangnya teori politik modern (sekularisasi), peran ulama yang menjadi bagian dari agama dipisahkan dari politik praktis. Menurutnya, sejak lengsernya KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dari kursi presiden, menjadi preseden yang melemahkan peran ulama di dalam politik.</div><div><br></div><div>"(Teori politik modern) menempatkan agama dan ulama yang tidak menentukan atau dibersihkan dari politik modern," ujarnya.</div><div><br></div><div>Pria yang menamatkan magister di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini berharap, seminar dapat menghasilkan rekomendasi tentang peran ulama agar lebih bisa mendamaikan situasi politik.</div><div><br></div><div>Hadir menjadi pembicara, Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris, Wakil Dekan Fakultas FISIP UIN Syarif Hidayatullah A Bakir Ihsan, Dosen Pascasarjana Universitas Indonesia Mohammad Nasih, dan Pengamat Politik Islam Universitas Bhayangkara Ali Asghar. <span style="font-weight: bold;">(Husni Sahal/Fathoni)</span></div>
