Jakarta, <strong><em>NU Online<br /> </em></strong>Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBHNU) untuk menyebarkan informasi yang seluas-luasnya mengenai berbagai produk hukum dan perundang-undangan di Indonesia, terutama terkait dengan pengelolaan energi dan sumber daya alam di Indonesia yang menyangkut hajat hidup orang banyak.<br /> <br /> Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj saat memberikan taushiyah dalam diskusi khusus bertajuk &ldquo;NU dan Blue Print Pengelolaan Energi Nasional&rdquo; yang diselenggarakan LPBHNU di Jakarta, Jum&rsquo;at (30/7), mengatakan, masyarakat perlu mengetahui kesimpangsiuran dalam pengelolaan kekayaan alam Indonesaia yang belum mampu menyejahterakan rakyat.<><br /> <br /> &ldquo;LPBHNU saya harapkan dapat memberikan pencerahan. Masyarakat memahami persoalan hukum. Kalau hukum itu merugikan kita semua, maka kita harus bersuara. Kalau hukum itu sudah benar dan berpihak kepada rakyat maka harus kita dukung dan kita kawal,&rdquo; katanya.<br /> <br /> Menurut Said Aqil, NU di bawah kepemimpinannya tidak hendak menjadi oposisi terhadap pemerintah. &ldquo;Oposisi itu urusan partai politik. Namun kalau pemerintah salah ya kita kritik, kalau sudah benar yang kita dukung,&rdquo; katanya.<br /> <br /> Ditegaskannya, ada tiga hal pokok yang harus dikuasai oleh negara karena menyangkut hajat hidup orang banyak. &ldquo;Jauh-jauh hari Nabi Muhammad SAW&nbsp; berpesan bahwa air, api atau energi dan rumput atau hutan harus dikuasai oleh negara,&rdquo; katanya.<br /> <br /> Kenyataannya, tiga hal pokok itu dikuasai oleh pihak asing atau sekelompok konglomerat di Indonesia. &ldquo;Di Sukabumi misalnya masyarakat sekarang susah mendapatkan air, karena air telah dikuasai perusahaan air minum seperti Aqua, Vit dan 2Tang,&rdquo; katanya.<br /> <br /> Hal ini, lanjutnya diperparah oleh semangat otonomi daerah yang salah sasaran, dimana para pejabat setembat berlomba-lomba menjual kekayaan alam Indonesia terutama sumber-sumber energi kepada pihak asing dan para konglomerat. (nam)

---