<P><STRONG>Lamongan, <EM>NU Online</EM></STRONG><EM> <BR></EM></P>
<P>Adanya Kejanggalan dalam pemberian akreditasi SMA 3 Muhammadiyah Lamongan, memicu banyak pendapat dari berbagai kalangan. Hal itu terungkap setelah Komisi D DPRD Lamongan menelusuri agak jauh lagi, bahwa ketentuan penilaian untuk komponen ketenagaan maksimal 15, tapi kenapa ada SMA yang mendapat nilai untuk komponen 5 ini sebesar 15, 75. Sebagaimana lampiran 3 SK ketua BAS Prop. Jatim Nomor 4/5/BASDAP/1/2005 tanggal 25 januari 2005 yang ditandatangani Ketua BAS Jatim, Prof. Dr. H. Soenarto M.Sc, </P><>
<P>Ketua komisi D DPRD, H. Abdul Wachid MS mengatakan terusik begitu mendengar hasil akreditasi lembaga pendidikan di daerahnya. Pasalnya ada pihak yang dirugikan atas akreditasi tersebut, maka setelah disepakati, kami langsung terjun ke lapangan. </P>
<P> dari 17 lembaga pendidikan SMA yang diakreditasi, lanjut dia, contoh yang menarik adalah SMA Muhammadiyah Parengan, Kecamatan Maduran. Lembaga yang mempunyai 145 siswa dan 37 orang guru ini sebelumnya berstatus diakui, ternyata setelah diakreditasi ternyata mendapat nilai status A. </P>
<P>sebaliknya SMA Wachid Hasyim, Kecamatan Maduran yang mempunyai 540 siswa, setelah diakreditasi ternyata hanya memperoleh status B. padahal sarana maupun prasarananya jauh lebih baik dibanding SMA 3 Muhammadiyah. Jelas ada motif yang bersifat ideologis politis, semua orang pasti tahu bahwa SMA Wachid Hasyim adalah lembaga pendidikan NU. </P>
<P>Saat dikonfirmasi ke Pengurus wilayah LP Maarif Jawa Timur, H. Muslich Husnan, sebagai lembaga NU yang menangani bidang pendidikan, dia mengatakan sinyalemen kuat penjatuhan status lembaga pendidikan NU di Lamongan secara akreditatif sebetulnya hanya bersifat kasuistik tapi bukan berarti didiamkan.</P>
<P>Menurut dia, sebaiknya ada “uji peteh (uji ulang) lagi pada sekolah yang bersangkutan, hal ini dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan buruk yang terjadi,termasuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap BAS (badan akreditasi Sekolah). </P>
<P>Kalau beberapa pihak mengatakan ada motif ideologis politis dalam penilaian di sekolah itu, dia berpendapat mungkin ada tapi kita harus punya data akurat, tidak tendensius. </P>
<P>“Bisa saja ada kesalahan teknis penghitungan karena memang para assessor itu hanya punya waktu 2 jam untuk menilai langsung di lapangan”,lanjut Wakil ketua LP Maarif Jatim yang sekaligus sekretaris BMPS (Badan Musyawarah Perguruan Swasta). Tapi secara formalnya nanti pihak BAS yang memutuskan sore ini (24/2/05). (alf/dumas)</P>
<P> </P>
<P> </P>
<P> </P>
<P> </P>
<P> </P>