Jakarta, <em><strong>NU Online</strong></em><br />
Menjelang pemilihan presiden yang akan diadakan beberapa bulan mendatang, situasi politik semakin memanas dengan bermunculannya sejumlah kandidat yang diusung partai politik untuk menjadi kandidat presiden. Sayangnya, sampai saat ini belum ada kandidat calon presiden atau calon wakil presiden yang berasal dari warga NU.<br />
<br />
Situasi ini berbeda dalam pemilihan presiden tahun 2004. Jauh-jauh hari sebelumnya, tokoh NU telah menjadi rebutan sejumlah partai politik untuk dijadikan pasangan. Tercatat KH Hasyim Muzadi berpasangan dengan Megawati dan KH Salahuddin Wahid berpasangan dengan Wiranto.<><br />
<br />
Sekjen PBNU Endang Turmudi menilai terdapat beberapa faktor yang menyebabkan sampai saat ini belum muncul tokoh NU dalam bursa capres atau cawapres. Perpecahan dalam tubuh PKB yang menjadi saluran politik warga NU menjadi salah satu sebabnya sehingga bargaining politiknya juga turun. Meskipun secara formal yang diakui adalah PKB Muhaimin Iskandar, tetapi realitas lapangan terpecah dengan adanya PKB yang mendukung Gus Dur. <br />
<br />
“Perpecahan ini menyebabkan PKB tidak yakin untuk mengajukan calon sendiri, sementara kalau menunggu dipinang yang lain, mereka juga mikir bagaimana dengan perpecahan yang sedang melanda partai ini,” katanya kepada NU Online, Rabu (25/2).<br />
<br />
Endang menyayangkan situasi politik seperti ini yang jelas-jelas merugikan aspirasi warga NU yang jumlahnya puluhan juta yang seharusnya menjadi bagian dari kepemimpinan nasional. <br />
<br />
Soliditas politik warga NU juga semakin terfragmentasi dengan munculnya partai baru seperti PKNU yang menyebabkan kekuatannya semakin terbelah menjadi kekuatan kecil-kecil. <br />
<br />
“Di NU ada budaya quasi patron-client, dimana kekuatan pengaruh dari bawah ditentukan oleh patron. Dulu patron ini menyatu, sekarang ini sudah tidak satu lagi karena punya kepentingan berbeda sehingga sekarang kekuatannya tidak menyatu total secara keseluruhan,” tandasnya.<br />
<br />
Namun demikian, penilaian bahwa kader NU sudah kurang memiliki bargaining politik juga terlalu simplistic. Situasi politik yang sangat dinamis dan berubah dengan cepat dan masih memungkinkan kader terbaik NU untuk turut memimpin bangsa. “Bisa juga sekarang partai politik masih wait and see, siapa tahu nantinya juga menggandeng tokoh NU,” jelasnya. (mkf)
Nasional
Perpecahan PKB Bikin Daya Tawar Nahdliyyin dalam Pilpres Turun
- Rabu, 25 Februari 2009 | 06:01 WIB
