Brebes, <strong><em>NU Online<br />
</em></strong>Secara organisatoris Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng netral dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) yang bakal digelar 8 Juli mendatang. Penegasan tersebut telah menjadi keputusan Rapat Pleno PWNU Jateng dengan PCNU se-Jateng beberapa waktu lalu di Semarang.<br />
<br />
“Untuk menciptakan kedamaian umat, PWNU Jateng netral. Termasuk badan otonom yang berada di bawahnya,” ungkap Rais Syuriyah PWNU Jateng KH Masruri Abdul Mughni di Pondok Pesantren Al Hikmah 2 Benda Sirampog, Brebes Jateng, Rabu (24/6).<><br />
<br />
Menurutnya, Indonesia sedang mengalami rangkaian pembangunan yang panjang. Jadi NU lebih mengutamakan kepentingan jangka panjang ketimbang membela-bela orong yang memiliki kepentingan sesaat. “NU lebih mendahulukan kepentingan jangka panjang ketimbang kepentingan sesaat,” tandas Kiai Masruri.<br />
<br />
Dalam proses kampanye saat-saat ini yang ramai digelar, Kiai menghimbau kepada masyarakat Nahdliyin untuk melakukan pekerjaan rutin sebagaimana biasanya. Jangan hanya untuk kampanye lalu meninggalkan pekerjaan rutinnya. “Kerja itu hukumnya <em>wardlu ain</em> (wajib bagi setiap orang),” katanya.<br />
<br />
Sedangkan pada saat pilpres, Kiai Masruri juga mengimbau untuk memilih dengan rasa tanggung jawab. ”Pilpres adalah bagian dari <em>nashbul imamah</em> (mengangkat pemimpin). Ikutilah Pilpres dengan pilihan yang dipertanggungjawabkan,” imbaunya.<br />
<br />
Menyinggung soal calon pemimpin Indonesia yang patut dipilih, dia tidak menyebutkan salah satu dari tiga calon presiden yang telah ditetapkan KPU itu. “Siapapun pemimpinannya, kita sebagai rakyat hanya mampu berdoa menjadi pemimpin yang takut pada Allah dan sayang pada rakyatnya,” ujar Kiai.<br />
<br />
Pemimpin Indonesia yang sudah-sudah, menurut Kiai menangkap belum sepenuhnya menjadi pemimpin yang takut pada Allah dan menyayangi rakyatnya. “Belum sepenuhnya memiliki hati yang kita doakan,” katanya. <br />
<br />
Dia menilai tidak hanya pada tingkatan Presiden tapi juga tingkat Gubernur, Bupati, Camat, hingga Kepala Desa. Untuk mencapai pemimpin yang ideal tersebut, diperlukan pembelajaran dari masa ke masa. Tidak cukup dalam satu masa untuk menjadi pemimpin ideal yang kita harapkan. “Tidak cuku satu generasi,” tandasnya. (was)