<p><font face="Verdana">Kudus, <strong><em>NU Online</em></strong><br />
Aturan dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Gubernur mendatang yang menyatakan pendatang harus menyuarakan hak pilihnya di daerahnya masing-masing, berpotensi mendorong para santri di Kudus memilih golongan putih (golput) atau tidak menyuarakan hak pilihnya. </font></p>
<p><font face="Verdana">Padahal, jumlah pondok pesantren di Kabupaten Kudus mencapai puluhan dan sebagian besar santrinya adalah para pendatang.</font></p><>
<p><font face="Verdana">Ketua KPUD Kudus Warsito, saat menjadi pembicara dalam sosialisasi Pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur, di Kudus, Sabtu, mengatakan, untuk melayani para santri dari luar Kudus pada saat pencoblosan memang sulit, karena peraturannya mereka harus mencoblos di daerah asal masing-masing santri.</font></p>
<p><font face="Verdana">"Nantinya, sejumlah pihak terkait akan kita himbau untuk memberikan pengertian terhadap para santrinya agar mencoblos di rumah masing-masing," katanya.</font></p>
<p><font face="Verdana">Sedangkan untuk melayani masyarakat yang berada di tempat umum, seperti rumah sakit, maka akan disediakan tempat pemungutan suara (TPS) keliling. "TPS tersebut akan mengunjungi sejumlah lokasi terpilih," katanya.</font></p>
<p><font face="Verdana">Sementara itu, Abdullah (28), salah satu santri di Pondok Pesantren Tahfidz Alquran, di Desa Krandon, Kecamatan Kota, mengungkapkan, jika peraturan pemilih pada Pilkada mendatang mengharuskan pendatang mencoblos di daerah masing-masing, maka dirinya tentu enggan melakukannya.</font></p>
<p><font face="Verdana">"Pasalnya, saya harus menyediakan waktu khusus untuk pulang ke desanya Pohgading, Kecamatan Gembong, Pati," katanya.</font></p>
<p><font face="Verdana">Disamping itu, pihaknya juga harus menyediakan dana tambahan untuk biaya tranportasi pulang. Pernyataan serupa juga diungkapkan Umar, wakil Kesiswaan di MAN Muhamamdiyah Desa Krandon yang menyediakan pondok pesantren bagi siswanya, bahwa sebagian besar siswanya dari luar kota yang sudah memiliki hak pilih enggan memanfaatkannya.</font></p>
<p><font face="Verdana">"Bahkan, saat pemilihan kepala desa lalu, hanya sebagian kecil siswa yang bersedia pulang mencoblos," katanya.</font></p>
<p><font face="Verdana">Ia mengungkapkan, dari 200 santri, sekitar 60 persen santrinya berasal dari luar Kota Kudus. Menurut dia, peraturan yang mewajibkan pendatang memilih di daerah masing-masing, tentu menjadi kendala santri untuk pulang hanya untuk mencoblos.</font></p>
<p><font face="Verdana">"Jika pendatang dibebaskan, tentu semua santri akan ikut serta menyuarakan hak pilihnya," katanya. (ant/nun)</font></p>
