Respons Maarif NU Hadapi Pandemi Covid-19

Ketua LP Ma'arif NU H Arifin Junaidi. (Foto: dok istimewa)
<p align="left">Jakarta, <em><strong>NU Online</strong></em></p> <p align="left">Ketua LP Ma&#39;arif&nbsp;NU H Zainal&nbsp;Arifin Junaidi&nbsp;mengatakan dalam hal perubahan kebijakan pendidikan, sebagai sektor yang dinamis, kebijakan pendidikan berganti setiap adanya pergantian Menteri. Hal itu&nbsp;sejatinya merupakan fenomena yang dinilai biasa meskipun memerlukan upaya yang tidak mudah bagi para pelaksana dan praktisi di tingkat satuan pendidikan.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">Perubahan kebijakan Merdeka Belajar dan penghapusan Ujian Negara (UN) merupakan kebijakan baru yang berdampak pada perubahan total arah pendidikan di Indonesia. Kebijakan ini telah menimbulkan kebingungan, ketidakpastian, dan bahkan keresahan di sebagian pengelola, pelaksana, dan praktisi pendidikan.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">Kebijakan pemerintah dalam merespons situasi darurat Covid-19 dirasakan lambat terutama terkait dengan perubahan metode belajar dari pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran dari rumah.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">&quot;Kebijakan ini tidak dibarengi dengan kebijakan pendukung yang memastikan proses belajar dari rumah berjalan lancar dan berkualitas,&quot; ujar Zainal&nbsp;Arifin pada&nbsp;catatan refleksi akhir tahun&nbsp;2020 LP Ma&#39;arfi&nbsp;NU. Refleksi tersebut berangkat dari sejumlah program yang telah dilakukan selama dan hingga akhir 2020.</p> <p align="left">.</p> <p align="left">&quot;Ketidaksiapan sebagian guru, orang tua, dan siswa kurang mendapatkan respons konket dari pemerintah,&quot;&#39; imbuhnya.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left"><strong>Kebijakan di masa pandemi</strong></p> <p align="left">Namun demikian, LP Ma&#39;arif&nbsp;merespons dengan cepat situasi Covid-19. Salah satunya dengan penguatan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran secara daring atau <em>blended learning,</em> akses jaringan internet yang belum merata, perangkat belajar daring yang belum memadai, serta keterbatasan biaya internet terasa lambat mendapat respon dari pemerintah.</p> <p align="left"><br /> Kemudian, kebijakan kembali tatap muka sebagai kebijakan terbaru terkait dengan penyelenggaraan pembelajaran tatap muka dengan sejumlah persyaratan dan kepatuhan protokol kesehatan menjadi&nbsp;dilema baru di sebagian besar masyarakat di saat kasus covid-19 masih tinggi.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">&quot;Di satu sisi, kebijakan ini menjadi angin segar bagi sejumlah siswa yang sudah mulai jenuh dengan belajar dari rumah (BDR). Namun, di sisi lain, kebijakan ini berisiko menciptakan klaster baru Covid-19 karena ketidaksiapan sarana prasarana yang ada di satuan pendidikan. Sementara, kesadaran sebagian masyarakat yang masih rendah, dan kerentanan siswa berisiko terpapar Covid-19 dalam perjalanan dari&nbsp;dan ke sekolah,&quot; lanjutnya.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left"><strong>Akses sumber daya pendidikan</strong></p> <p align="left">Di tahun 2020 menurut LP Ma&#39;arif&nbsp;NU&nbsp;masih dirasakan kesenjangan yang cukup tinggi terhadap akses sumber daya dari pemerintah antara sekolah atau madrasah negeri dan swasta. Kesenjangan ini semakin lebar pada satuan pendidikan yang berlokasi di perdesaan, perbatasan, kepulauan, pesisir, dan pedalaman, serta pada keluarga yang kurang beruntung secara ekonomi.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">&quot;Anak-anak dari lingkungan tersebut menempuh pendidikan di sekolah atau madrasah swasta dengan kondisi sekolah/madrasah yang belum memenuhi standar nasional karena belum&nbsp;meratanya sumber daya pendidikan,&quot; kata Arifin Junaidi.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">Kesenjangan sumber daya tersebut, sebut dia, meliputi kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, serta pembiayaan pendidikan.</p> <p align="left">&nbsp;</p> <p align="left">Pewarta: Kendi Setiawan<br /> Editor: Musthofa&nbsp;Asrori</p>

Nasional LAINNYA