Soal 5 Hari Sekolah, LP Ma’arif Jember Siap Laksanakan Instruksi PBNU

Jember, <span style="font-weight: bold;"><span style="font-style: italic;">NU Online<br></span></span>Ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Jember H. Hobri Ali Wafa menyatakan mendukung dan siap melaksanakan instruksi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Lembaga Pendidikan Ma’arif Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur bahwa hari masuk sekolah tetap enam hari, mulai Senin hingga Sabtu.<br><br>“Kami siap mengikuti apa pun perintah PBNU. Kalau memang diinstruksikan tetap 6 hari sekolah, maka sekolah-sekolah di bawah LP Maarif di Jember, ya tetap 6 hari, dan mungkin juga Maarif di seluruh Indonesia sama,” jelasnya.<br><br>Kamis (15/6), PBNU secara eksplisit menolak kebijakan baru Kemendikbud tentang pemangkasan hari sekolah yang berakibat penambahan durasi belajar pelajar menjadi delapan jam sehari.<br><br>Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj berpandangan, daripada membuat kebijakan baru yang merugikan, Kemendikbud sebaiknya fokus pada peningkatan kualitas sistem pendidikan yang sudah ada. PBNU bahkan mengancam melakukan boikot bila kebijakan baru tersebut dipaksakan berlaku secara nasional.<br><br><span style="font-weight: bold;"><a href="http://www.nu.or.id/post/read/78904/pernyataan-resmi-pbnu-menolak-kebijakan-sekolah-5-hari " target="_blank">(Baca: Pernyataan Resmi PBNU Menolak Kebijakan Sekolah 5 Hari)</a><br></span><br>Kebijakan Mendikbud Muhadjir Effendy untuk memberlakukan 8 jam pelajaran perhari atau 40 jam dalam seminggu juga mendapat reaksi keras dari Ketua Ikatan Keluarga Alumni PMII Jember, Akhmad Taufiq. Ahad (11/6), Dosen Universitas Jember itu mengeluarkan rilis menyikapi keputusan sang menteri yang&nbsp; kontroversial tersebut.<br><br>Menurutunya, kebijakan tersebut terlalu dini untuk diterapkan di Indonesia, dan cenderung dipaksakan, karena belum mempertimbangkan secara seksama karakter&nbsp; dan cakupan wilayah Indonesia yang sangat luas dan beragam. “Mestinya, aspek nasionalitas keindonesiaan menjadi pertimbangan utama dalam segala bentuk kebijakan pendidikan yang dilakukan (Muhadjir Effendy),” tuturnya.<br><br>Ia menambahkan, kalau penerapan 5 hari sekolah itu dilandaskan pada alasan untuk memenuhi minimal 40 jam pelajaran dalam seminggu, sungguh merupakan alasan yang tidak mendasar. Alasan tersebut baru pada tataran normatif dan prosedural semata. Sedangkan pada&nbsp; tataran substantif tidak memenuhi derajat orientasi visional pendidikan nasional. “Karena itu kami menyerukan&nbsp; agar keputusan 5 hari sekolah itu dibatalkan demi stabilitas dan kondusivitas pendidikan nasional yang sedang berjalan,” lanjutnya. <span style="font-weight: bold;">(Aryudi A. Razaq/Mahbib)<br></span><br>

Nasional LAINNYA